Di bulan Ramadhan penuh
berkah, penuh anugrah, nan suci tahun ini Wisha selalu berusaha untuk lebih
mendekatkan diri pada Allah S.W.T. terlebih ada motivasi khusus di tahun ini
untuk Wisha. Motivasi kuat yang berasal dari hatinya. Motivasi yang membakar
hati Wisha.
Banyak mimpi dan
harapan tercipta di tahun ini, di tahun terakhir SMAnya ini. Tahun ini Wisha
mulai menulis 1000 harapan untuk hidupnya kedepan di dalam diary biru
miliknya. Harapan yang akan membebaskan Wisha dari ruang yang membelenggunya
saat ini, yang mengurung Wisha, dan memperangkap Wisha selama ini. Harapan
terdekat Wisha tahun ini, Wisha ingin masuk Universitas Indonesia dengan segala
keterbatasan yang ia miliki, biaya atau mungkin kemampuan akademiknya, dan
tahun ini juga Wisha ingin menjadi tahun terindah yang pernah ada. Tahun dimana
umurnya menginjak umur madu, karena beberapa bulan kemudian Wisha tepat berumur
17 tahun, yang kebanyakan orang berkata “sweet seventeen” tahun dimana bakal
rugi kalau di umur ini Wisha tidak merasakan arti bahagia di masa remaja,
karena hanya 1 tahun di seumur hidupnya Wisha akan merasakan tahun madu ini.
Di malam penuh bintang yang terang, bulan yang nampak
terang sekali terlihat jelas tanpa awan yang menghalangi, dan suasana yang sangat
sunyi, seolah hanya Wisha yang berdiri sendiri di muka bumi ini, terjebak
ditengah-tengah pulau tak berpenghuni, dan terlahir dengan segala apa yang
telah di titipkan Tuhan, Wisha meneteskan air mata. Dalam hati Wisha berkata
“kapan kah ada obat yang mujarab untuk hatiku yang sedang sakit ini”, Wisha
memang pernah jatuh cinta 2x. Pertama ketika Wisha duduk di bangku SD, dan
kedua duduk di bangku SMP, dan sepertinya di SMA ini Wisha juga akan jatuh
cinta untuk yang ke 3x nya.
Untuk sebagian orang mungkin jatuh cinta adalah hal
yang mudah, tapi bagi Wisha jatuh cinta adalah hal yang sangat sulit dan rumit.
Perjalanan pertama ketika Wisha duduk di bangku SD Wisha belum tau apa artinya
perasaan yang terjebak di ulu hatinya itu, seolah semakin dalam semakin masuk
kedalam relung hatinya. Tapi Wisha tak pernah memikirkannya, karena Wisha belum
mengerti apa arti dari itu semua. Semua tenggelam bersama waktu, semua habis di
makan waktu sampai Wisha duduk di bangku SMP.
Pertemuan pertamanya di
SMP dengan orang yang Wisha kagumi ialah ketika Wisha mengikuti acara pramuka,
penjelajahan, yaah semua pasti tau apa dan bagaimana penjelajahan itu. Siang
itu ketika terik matahari sangat menyengat, seolah matahari sengaja menampakkan
diri tanpa dihalangi awan-awan sebagai sahabatnya, ketika itulah tenaganya yang
hampir habis, ia paksakan untuk tetap berjalan menyusuri hamparan tanah yang
terbentang luas. Ketika kepalanya yang berputar seolah membuat seluruh
tubuhnya akan terjatuh, Wisha duduk sebentar menghirup nafas dalam-dalam, sejuk
yang Wisha rasakan, jarang Wisha temukan suasanya se asri itu, namun apa daya
Wisha merasa lemas sekali dengan keringat yang membasahi seragam dan jilbabnya.
Rasanya ingin mulai berdiri, namun seolah raganya itu tak sanggup untuk
melakukannya, Wisha hanya bisa duduk, merasa lemas, lemas sekali.
Wisha diam seribu
bahasa ketika Wisha mulai ditinggalkan teman-temannya satu persatu, yaah di
saat itu lah ada seorang yang menghapiri, seolah malaikat yang diturunkan
Allah, malaikat tanpa sayap dengan sinar berbinar di matanya, segera Wisha
tertegun malu, jantungnya berdebar kencang dan orang itu berkata “ayo dek, kaka
bantu, sepertinya kamu sakit ya ?” Wisha hanya bisa menjawab “tidak apa-apa
kak”, tapi orang itu pun langsung membawakan tasnya dan membantu Wisha berdiri.
Baru pertama kalinya Wisha benar-benar seolah berada di atas awan, lembut sekali
alasnya dan nyaman sekali hatinya.
“kamu jangan memaksakan
diri, kalo pusing bilang aja”
“engga kak, cuman lemas”
“oya? Ko kamu pucat ya?”
“masa kak?”
“iya, kamu udah sarapan
kan tadi?”
“oh, belum kak”
“naah, itu yang suka
jadi kebiasaan. Padahal sarapan itu penting banget buat beraktivitas”
Wisha hanya diam,
berjalan menyusuri jalan, dengan di papah oleh seseorang yang ia tak kenal,
namun hati Wisha sangat berdebar sekali namun nyaman.
Itulah cerita ketika
Wisha mulai jatuh cinta untuk kedua kalinya, Wisha selalu memikirkan kejadian
itu, dan itu membuat Wisha tak bisa berhenti untuk mencari tau sosoknya, Wisha
memang bukan tipe perempuan yang gampang untuk memahami hatinya sendiri, dan
Wisha sekarang terjebak di dalam lubang yang begitu dalam, Wisha tak pernah
ingin mengungkap perasaanya dan dia selalu diam menutupi semua perasaannya. Wisha
selalu mengunci mulutnya, menyimpan perasaan nya dan merasakan luka yang entah
asalnya dari mana. Pikirnya Allah pasti tahu apa yang terbaik untuknya.
Tahun berikutnya Wisha
yang masih duduk di SMP masih sama pikirannya, Wisha semakin banyak mengetahui
tentang sosok malaikat penolongnya dulu, Wisha tahu apa hobinya, kesukaannya,
rumahnya, sifatnya, sahabatnya, dan terakhir yang Wisha tau pacarnya. Wisha
hanya diam selama 3 tahun, merasakan kasih yang tak pernah sampai, karena Wisha
selalu mengunci mulutnya, menyimpan perasaannya.
Suatu hari ketika Wisha
duduk di bangku kelas 2 SMP, dan duduk di bangku favoritnya, yakni bangku dekat
jendela menghadap lapang basket. Wisha sedang menulis puisi, memutar-mutarkan pensilnya
sambil menatap langit, ia baru menulis
Langitku
Indah kutatap kamu
Sedih tak dapat ku sentuh
Bahagia dibawah kamu
Sendu tak dapat ku raih
kamu
Baru sebait Wisha menulis
puisinya, ia terkejut melihat seseorang melintas di pandangannya. Kak Agung, ia
baru melihat malaikat tak bersayapnya. Dalam pikirannya sebersit kata untuk
meneruskan puisinya, namun entah bagaimana Wisha teralihkan pikirannya, Wisha
menyadari bahwa ada sisi yang Wisha butuhkan agar hidupnya tak hampa seperti
ini, Wisha butuh seorang untuk berbagi cerita kisah hidupnya, yang lebih dari
seorang teman.
Hampir menginjak Lima
tahun sekarang, belum lupa Wisha akan masa lalunya, Wisha masih bisa melihat
orang yang Wisha sukai di SMA, Kak Agung, meskipun setelah 1 tahun Wisha tidak
bertemu ketika Wisha duduk di kelas 9. Namun Wisha bertekad tahun ini adalah
tahun untuk mengubur dalam-dalam perasaannya, membebasakan diri dari
penderitaan yang semu ini.
Yah 5 tahun sudah, 5
tahun yang Wisha butuhkan untuk melupakan sosok yang hanya sebentar berdiri
mengulurkan tangannya untuk menolong Wisha. Malaikat itu sudah tidak dalam
hatinya ketika Wisha sudah 5 tahun menyimpannya. Wisha sudah bisa membebaskan
hatinya, meskipun ia tak pernah sekalipun menyampaikan isi hatinya.
Padahal sebelumnya,
ketika Wisha masih duduk di bangku SMP, ia sempat dekat dengan Kak Agung itu,
namun ia tak pernah menyinggung masalah perasaan, hanya obrolan biasa, sebatas
kaka beradik yang sedang membahas perjuangan hidupnya, sebagian dari perjalanan
hidupnya.
Pernah ketika Kak Agung
akan melaksanakan UN, ia meminta do’a dari Wisha dan disana mereka semakin
dekat, Wisha menyadari bahwa ini akan menjadi obrolan yang terakhir ketika ia
duduk di bangku SMP, karena tahun ini Kak Agung lulus SMP, maka Wisha pun
seolah berlaku seperti orang yang akan kehilangan setengah harapannya, terus
berdo’a untuk kebaikannya. Hanya itu yang bisa Wisha lakukan, tak pernah ia
berniat menyatakan perasaannya.
Di malam ini Wisha
mengingat apa yang terjadi di masa lalunya, dan di tahun ini Wisha berdoa agar
mendapatkan orang yang sangat tulus mencintainya, menyayanginya apa adanya,
bukan ada apanya. Mengharap suatu anugrah mendatanginya, mengobati luka hati
yang selama ini memberikan sakit yang perlahan semakin menyakitinya.
Wisha menghapus air
matanya, dan berdo’a lirih di malam ramadhan indah itu, berdo’a untuk apa yang
Wisha butuhkan semoga Allah memberikannya.
0 komentar:
Posting Komentar