RSS

Kisahnya (bab 1 ~ Biru Langit )


Di bulan Ramadhan penuh berkah, penuh anugrah, nan suci tahun ini Wisha selalu berusaha untuk lebih mendekatkan diri pada Allah S.W.T. terlebih ada motivasi khusus di tahun ini untuk Wisha. Motivasi kuat yang berasal dari hatinya. Motivasi yang membakar hati Wisha.

Banyak mimpi dan harapan tercipta di tahun ini, di tahun terakhir SMAnya ini. Tahun ini Wisha mulai menulis 1000 harapan untuk hidupnya kedepan di dalam diary biru miliknya. Harapan yang akan membebaskan Wisha dari ruang yang membelenggunya saat ini, yang mengurung Wisha, dan memperangkap Wisha selama ini. Harapan terdekat Wisha tahun ini, Wisha ingin masuk Universitas Indonesia dengan segala keterbatasan yang ia miliki, biaya atau mungkin kemampuan akademiknya, dan tahun ini juga Wisha ingin menjadi tahun terindah yang pernah ada. Tahun dimana umurnya menginjak umur madu, karena beberapa bulan kemudian Wisha tepat berumur 17 tahun, yang kebanyakan orang berkata “sweet seventeen” tahun dimana bakal rugi  kalau di umur ini Wisha tidak merasakan arti bahagia di masa remaja, karena hanya 1 tahun di seumur hidupnya Wisha akan merasakan tahun madu ini.

Di malam penuh bintang yang terang, bulan yang nampak terang sekali terlihat jelas tanpa awan yang menghalangi, dan suasana yang sangat sunyi, seolah hanya Wisha yang berdiri sendiri di muka bumi ini, terjebak ditengah-tengah pulau tak berpenghuni, dan terlahir dengan segala apa yang telah di titipkan Tuhan, Wisha meneteskan air mata. Dalam hati Wisha berkata “kapan kah ada obat yang mujarab untuk hatiku yang sedang sakit ini”, Wisha memang pernah jatuh cinta 2x. Pertama ketika Wisha duduk di bangku SD, dan kedua duduk di bangku SMP, dan sepertinya di SMA ini Wisha juga akan jatuh cinta untuk yang ke 3x nya.


Untuk sebagian orang mungkin jatuh cinta adalah hal yang mudah, tapi bagi Wisha jatuh cinta adalah hal yang sangat sulit dan rumit. Perjalanan pertama ketika Wisha duduk di bangku SD Wisha belum tau apa artinya perasaan yang terjebak di ulu hatinya itu, seolah semakin dalam semakin masuk kedalam relung hatinya. Tapi Wisha tak pernah memikirkannya, karena Wisha belum mengerti apa arti dari itu semua. Semua tenggelam bersama waktu, semua habis di makan waktu sampai Wisha duduk di bangku SMP.

Pertemuan pertamanya di SMP dengan orang yang Wisha kagumi ialah ketika Wisha mengikuti acara pramuka, penjelajahan, yaah semua pasti tau apa dan bagaimana penjelajahan itu. Siang itu ketika terik matahari sangat menyengat, seolah matahari sengaja menampakkan diri tanpa dihalangi awan-awan sebagai sahabatnya, ketika itulah tenaganya yang hampir habis, ia paksakan untuk tetap berjalan menyusuri hamparan tanah yang terbentang  luas. Ketika kepalanya yang berputar seolah membuat seluruh tubuhnya akan terjatuh, Wisha duduk sebentar menghirup nafas dalam-dalam, sejuk yang Wisha rasakan, jarang Wisha temukan suasanya se asri itu, namun apa daya Wisha merasa lemas sekali dengan keringat yang membasahi seragam dan jilbabnya. Rasanya ingin mulai berdiri, namun seolah raganya itu tak sanggup untuk melakukannya, Wisha hanya bisa duduk, merasa lemas, lemas sekali.

Wisha diam seribu bahasa ketika Wisha mulai ditinggalkan teman-temannya satu persatu, yaah di saat itu lah ada seorang yang menghapiri, seolah malaikat yang diturunkan Allah, malaikat tanpa sayap dengan sinar berbinar di matanya, segera Wisha tertegun malu, jantungnya berdebar kencang dan orang itu berkata “ayo dek, kaka bantu, sepertinya kamu sakit ya ?” Wisha hanya bisa menjawab “tidak apa-apa kak”, tapi orang itu pun langsung membawakan tasnya dan membantu Wisha berdiri. Baru pertama kalinya Wisha benar-benar seolah berada di atas awan, lembut sekali alasnya dan nyaman sekali hatinya.

“kamu jangan memaksakan diri, kalo pusing bilang aja”
“engga kak, cuman lemas”
“oya? Ko kamu pucat ya?”
“masa kak?”
“iya, kamu udah sarapan kan tadi?”
“oh, belum kak”
“naah, itu yang suka jadi kebiasaan. Padahal sarapan itu penting banget buat beraktivitas”

Wisha hanya diam, berjalan menyusuri jalan, dengan di papah oleh seseorang yang ia tak kenal, namun hati Wisha sangat berdebar sekali namun nyaman.

Itulah cerita ketika Wisha mulai jatuh cinta untuk kedua kalinya, Wisha selalu memikirkan kejadian itu, dan itu membuat Wisha tak bisa berhenti untuk mencari tau sosoknya, Wisha memang bukan tipe perempuan yang gampang untuk memahami hatinya sendiri, dan Wisha sekarang terjebak di dalam lubang yang begitu dalam, Wisha tak pernah ingin mengungkap perasaanya dan dia selalu diam menutupi semua perasaannya. Wisha selalu mengunci mulutnya, menyimpan perasaan nya dan merasakan luka yang entah asalnya dari mana. Pikirnya Allah pasti tahu apa yang terbaik untuknya.

Tahun berikutnya Wisha yang masih duduk di SMP masih sama pikirannya, Wisha semakin banyak mengetahui tentang sosok malaikat penolongnya dulu, Wisha tahu apa hobinya, kesukaannya, rumahnya, sifatnya, sahabatnya, dan terakhir yang Wisha tau pacarnya. Wisha hanya diam selama 3 tahun, merasakan kasih yang tak pernah sampai, karena Wisha selalu mengunci mulutnya, menyimpan perasaannya.

Suatu hari ketika Wisha duduk di bangku kelas 2 SMP, dan duduk di bangku favoritnya, yakni bangku dekat jendela menghadap lapang basket. Wisha sedang menulis puisi, memutar-mutarkan pensilnya sambil menatap langit, ia baru menulis

Langitku
            Indah kutatap kamu
            Sedih tak dapat ku sentuh
            Bahagia dibawah kamu
            Sendu tak dapat ku raih kamu

Baru sebait Wisha menulis puisinya, ia terkejut melihat seseorang melintas di pandangannya. Kak Agung, ia baru melihat malaikat tak bersayapnya. Dalam pikirannya sebersit kata untuk meneruskan puisinya, namun entah bagaimana Wisha teralihkan pikirannya, Wisha menyadari bahwa ada sisi yang Wisha butuhkan agar hidupnya tak hampa seperti ini, Wisha butuh seorang untuk berbagi cerita kisah hidupnya, yang lebih dari seorang teman.

Hampir menginjak Lima tahun sekarang, belum lupa Wisha akan masa lalunya, Wisha masih bisa melihat orang yang Wisha sukai di SMA, Kak Agung, meskipun setelah 1 tahun Wisha tidak bertemu ketika Wisha duduk di kelas 9. Namun Wisha bertekad tahun ini adalah tahun untuk mengubur dalam-dalam perasaannya, membebasakan diri dari penderitaan yang semu ini.

Yah 5 tahun sudah, 5 tahun yang Wisha butuhkan untuk melupakan sosok yang hanya sebentar berdiri mengulurkan tangannya untuk menolong Wisha. Malaikat itu sudah tidak dalam hatinya ketika Wisha sudah 5 tahun menyimpannya. Wisha sudah bisa membebaskan hatinya, meskipun ia tak pernah sekalipun menyampaikan isi hatinya.

Padahal sebelumnya, ketika Wisha masih duduk di bangku SMP, ia sempat dekat dengan Kak Agung itu, namun ia tak pernah menyinggung masalah perasaan, hanya obrolan biasa, sebatas kaka beradik yang sedang membahas perjuangan hidupnya, sebagian dari perjalanan hidupnya.

Pernah ketika Kak Agung akan melaksanakan UN, ia meminta do’a dari Wisha dan disana mereka semakin dekat, Wisha menyadari bahwa ini akan menjadi obrolan yang terakhir ketika ia duduk di bangku SMP, karena tahun ini Kak Agung lulus SMP, maka Wisha pun seolah berlaku seperti orang yang akan kehilangan setengah harapannya, terus berdo’a untuk kebaikannya. Hanya itu yang bisa Wisha lakukan, tak pernah ia berniat menyatakan perasaannya.

Di malam ini Wisha mengingat apa yang terjadi di masa lalunya, dan di tahun ini Wisha berdoa agar mendapatkan orang yang sangat tulus mencintainya, menyayanginya apa adanya, bukan ada apanya. Mengharap suatu anugrah mendatanginya, mengobati luka hati yang selama ini memberikan sakit yang perlahan semakin menyakitinya.

Wisha menghapus air matanya, dan berdo’a lirih di malam ramadhan indah itu, berdo’a untuk apa yang Wisha butuhkan semoga Allah memberikannya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar