Kalau orang lain mengunjungi kita dan kita balas mengunjunginya,
ini tidak memerlukan kekuatan mental yang kuat. Namun, bila ada orang
yang tidak pernah bersilaturahmi kepada kita, lalu dengan sengaja kita
mengunjunginya, maka inilah yang disebut silaturahmi. Apalagi kalau
kita bersilaturahmi kepada orang yang membenci kita atau seseorang yang
sangat menghindari pertemuan dengan kita, lalu kita mengupayakan diri
untuk bertemu dengannya. Inilah silaturahmi yang sebenarnya.
Dalam sbuah hadis diungkapkan, "Maukah kalian aku tunjukkan amal yang
lebih besar pahalanya daripada shalat dan shaum?" tanya Rasul pada para
sahabat. "Tentu saja," jawab mereka. Beliau kemudian menjelaskan,
"Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang
terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah,
menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan tali
persaudaraan di antara mereka adalah amal saleh yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya,
hendaklah ia menyambungkan tali silaturahmi" (HR Bukhari Muslim).
Dari sini terlihat jelas, betapa pentingnya menyambungkan tali
silaturahmi dan memperkuat nilai persaudaraan tersebut. Betapa tidak!
Dengan silaturahmi maka akan terjalin rasa kasih sayang dengan sesama
manusia, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Bila ini terjadi maka
rahmat dan kasih sayang Allah pun akan turun dan menaungi hidup kita.
Tapi sebaliknya, rahmat dan kasih sayang Allah akan menjauh bila tali
silaturahmi sudah terputus di antara kita. Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di
dalamya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan".
Seorang
sahabat yang bernama Abu Awfa pernah bekisah. Ketika itu, kata Abu
Awfa, kami berkumpul dengan Rasulullah SAW. Tiba-tiba beliau bersabda,
"Jangan duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan tali
silaturahmi". Setelah itu seorang pemuda berdiri dan meninggalkan
majelis Rasul. Rupanya sudah lama ia memendam permusuhan dengan
bibinya. Ia segera meminta maaf kepada bibinya tersebut, dan bibinya
pun memaafkannya. Ia pun kembali ke majelis Rasulullah SAW dengan hati
yang lapang.
Sahabat, bagaimana mungkin hidup kita akan
tenang kalau di dalam hati masih tersimpan kebencian dan rasa
permusuhan. Perhatikan keluarga kita, kaum yang paling kecil di
masyarakat. Bila di dalamnya ada beberapa orang saja yang sudah tidak
saling tegur sapa, saling menjauhi, apalagi kalau di belakang sudah
saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan di jauhkan dari
rumah tersebut. Dalam skala yang lebih luas, dalam lingkup sebuah
negara. Bila di dalamnya sudah ada kelompok yang saling jegal, saling
fitnah, atau saling menjatuhkan, maka dikhawatirkan bangsa tersebut
akan semakin jauh dari rahmat dan pertolongan Allah SWT.
Dari sini bisa kita pahami kenapa Rasul tidak menoleransi sekecil
apapun perbuatan yang bisa menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
"Berhati-hatilah kalian terhadap prasangka, sebab prasangka itu
sedusta-dustanya cerita. Jangan pula menyelidiki, mematai-matai, dan
menjerumuskan orang lain. Dan janganlah saling menghasud, saling
membenci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba Allah
yang bersaudara" (HR Bukhari Muslim).
Silaturahmi adalah
kunci terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya
silaturahmi, maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Ini
sangat penting. Sebab, bagaimana pun besarnya umat Islam secara
kuantitatif, sama sekali tidak ada artinya, laksana buih di lautan yang
mudah diombang-ambing gelombang, bila di dalamnya tidak ada persatuan
dan kerja sama untuk taat kepada Allah. Wallahu a'lam bish-shawab.
-
0 komentar:
Posting Komentar